BABI
PENDAHULUAN
Al Quran adalah mu’jizat terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yang tak seorang juapun mampu untuk membuat seindah dan sesempurna Al Quran.
Kandungan Al Quran menjelaskan banyak Hal, mulai tentang penciptaan Alam Semesta, Tanda-tanda Kekuasaan Allah, Ibadah, Keimanan dan juga Usaha dan ikhtiar Manusia dalam menjalani kehidupan.
Oleh karena itu umat islam harus berusaha mempelajari dan memahami Al Quran, memahami kandungan dan tuntunan Al Quran yang menjadi tuntunan, pedoman hidup bagi umat islam dalam menjalani aktivitasnya.
BAB II
USAHA MANUSIA
A. Kandungan QS. Ar Ra’d Ayat 11
•
11. bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
[767] Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah.
[768] Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
Tafsir QS. Ar Ra’d ayat 11 Menurut Tafsir Jalalain
011. (Baginya) manusia (ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran) para malaikat yang bertugas mengawasinya (di muka) di hadapannya (dan di belakangnya) dari belakangnya (mereka menjaganya atas perintah Allah) berdasarkan perintah Allah, dari gangguan jin dan makhluk-makhluk yang lainnya. (Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum) artinya Dia tidak mencabut dari mereka nikmat-Nya (sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) dari keadaan yang baik dengan melakukan perbuatan durhaka. (Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum) yakni menimpakan azab (maka tak ada yang dapat menolaknya) dari siksaan-siksaan tersebut dan pula dari hal-hal lainnya yang telah dipastikan-Nya (dan sekali-kali tak ada bagi mereka) bagi orang-orang yang telah dikehendaki keburukan oleh Allah (selain Dia) selain Allah sendiri (seorang penolong pun) yang dapat mencegah datangnya azab Allah terhadap mereka. Huruf min di sini adalah zaidah.
Pada ayat 11 ini , al-Quran menegaskan komitmen Allah SWT dalam memberikan rahmat
kepada manusia, yakni dengan mengirimkan malaikat rahmat untuk selalu menyertai,
mengawasi dan menjaganya. Meskipun demikian manusia tetap diberi ruang yang
besar untuk menggapai apa yang diinginkan, sehingga apa yang dicapai bergantung
usahanya. Allah SWT tidak hanya memberikan anugerah berupa nikmat kepada manusia
atau masyarakat, tetapi juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut
serta dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. Jadi pada surat al-Rad / 13:11
mengisyaratkan peluang keberhasilan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dari ayat di atas dapat disimpulkan, hal pertama :
1. Bahwasanya kita selalu diawasi oleh para malaikat yang selalu mencatat segala amal perbuatan kita, jika itu perbuatan buruk, maka baru akan dicatat ketika tindakan itu telah dilakukan, tapi kalau amal kebaikan, baru berniat saja, sudah dicatat sebagai amal kebaikan.
2. Menyinggung tentang tawakal, bahwasanya tawakal itu dilakukan setelah kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu. tatkala kita sudah berjuang semaksimal mungkin baru kita tawakal, apapun yang terjadi, itulah hal terbaik menurut Allah, ingat, apa yang baik menurut kita, belum tentu baik menurut Allah, dan hal yang buruk menurut kita, mungkin saja adalah hal yang baik menurut Allah.
3. Pelindung kita di dunia ini adalah Allah, adapun bahwasanya, kalau kita pakai kendaraan, kita pakai helm, itulah wasilah, sebuah jalan agar kita diselamatkan, tetapi bukan helm yang menyelamatkan kita, tetapi Allah(-menyambung dari no 2-). janganlah kita lupa, bahwasanya kita mungkin saja terjerumus pada syirik yang tidak disadari, misalnya, wah, habis makan aku jadi kenyang banget, atau habis makan aku jadi ngantuk banget, ingat, segala sesuatu selain Allah, itu hanyalah sebuah jalan, sedang yang membuat kita kenyang atau kantuk, itu semua kehendak Allah.
Sesungguhnya iman kepada Allah, ibadah kepada-Nya dengan istiqamah, menerapkan syari’at-Nya di atas bumi ini… semuanya merupakan realisasi sistem-sitem Allah. Sistem-sitem yang memiliki efektifitas positif yang mucul dari sumber yang sama dengan istem kauni yang kita lihat pengaruhnya melaluai perasaan/pengalaman dan laboratarium.
Sesungguhnya syari’at Allah merupakan bagian dari sistem Allah secara keseluruhan yang ada dalam alam semesta ini. Menerapkan syari’at tersebut pasti memberikan pengaruh positif dalam perjalan alam dan kehidupan manusia. Syaria’ tersebut merupakan buah dari iman yang tidak mungkin berdiri sendiri tampa dasar/pokoknya yang amat besar. Sebab itu, syari’at Allah diciptakan untuk diterapkan dalam amsyarakat Islam, sebagaiman ia juga diciptakan untuuk berperan dalam membangun masyarakat Islami. Syariat tersebut juga sempurna bersama konsepsi Islam terhadap alam semesta dan terhadap manusia. Apa yang dibangun oleh konsep tersebut ialah taqwa dalam hati, bersih dalam perasaan, fokkus kepada hal-hal besar, ketingian akhlak, konsistensi dalam prilaku. Dan begitulah seterusnya nampak jelas kesmpurnaan dan keselarasan antara sistem-sitem Allah, bersamaan apa yang kita namakan dengan hukum alam dengan apa yang kita namakan dengan nilai-nilai keimanan. Semuanya merupakan bagian dari sunnatullah (sistem Allah) yang konprehensive bagi alam semesta ini.
Manusia juga sebuah kekuatan dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam alam semesta. Amalnya, kehendaknya, imannya, kebaikannya, ibadahnya dan aktivitsnya semuanya merupakan kekuatan yang memiliki pengaruh positif di alam ini dan terkait dengan sunnatullah yang ada di alam ini secara keseluruhan. Semuanya bekerja secara serasi. Ia akan memeberikan buah secara sempurna bilamana kekuatan-kekuatan itu berhimpun dan harmonis. Demiakian juga akan melahirkan pengaruh negatif, mengalami kegoncangan dan merusak kehidupan serta menyebarkan kesakitan di antara manusia ketika berbagai kekuatan itu tercerai berai dan saling bertabrakan.
B. Kandungan QS. Al Anfaal Ayat 53
53. (siksaan) yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri[621], dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
[621] Allah tidak mencabut nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum itu tetap taat dan bersyukur kepada Allah.
Tafsir QS. Al-Anfaal ayat 53 menurut Tafsir Jalalain
053. (Yang demikian itu) disiksa-Nya orang-orang kafir (disebabkan) karena (Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum) dengan cara menggantinya dengan siksaan (sehingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka) sehingga mereka sendiri mengubah nikmat yang mereka terima dengan kekafiran, seperti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang kafir Mekah; berbagai macam makanan dilimpahkan kepada mereka, sehingga mereka terhindar dari kelaparan, diamankan-Nya mereka dari rasa takut, dan diutus-Nya Nabi saw. kepada mereka. Kesemuanya itu mereka balas dengan kekafiran, menghambat jalan Allah dan memerangi kaum Mukminin. (Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).
Pada surat al-Anfal / 8:53 secara lebih jelas disebutkan bahwa apa yang ada pada
suatu kaum itu ialah nikmat Allah SWT bagi manusia. Ayat sebelumnya (52) dan
sesudahnya (54) secara jelas menceritakan pasang surut kejayaan dan keruntuhan
Firaun dan orang-orang sebelumnya di mana siksaan Allah datang disebabkan oleh
perbuatan mereka mendustakan-Nya. Jadi surat al-Anfal /8:53, mengisyaratkan
bahwa kejayaan suatu kaum bergantung kepada apa yang ada dalam nafs mereka,
karena Allah SWT tidak akan mencabut atau mendatangkan suatu tingkat
kesejahteraan begitu saja kepada suatu kaum tanpa peran mereka, dan peran itu
bersumber dari apa yang ada dalam nafs mereka.
Dengan demikian kata mengisyaratkan bahwa nafs itu merupakan sisi dalam manusia
yang juga merupakan wadah bagi suatu potensi, dan sesuatu itu sangat besar
perannya bagi perbuatan manusia. Apa yang ada di dalam nafs manusia berperan
besar dalam mempertahankan, menambah atau mengurangi tingkat sosial ekonomi
masyarakat. Baik surat al-Rad maupun al-Anfal menghubungkan apa yang ada di
dalam nafs,-dan dari sana lahir perbuatan akan dapat melahirkan
perubahan-perubahan besar dalam kehidupan manusia di muka bumi ini.
Pekerjaan melakukan perubahan adalah pekerjaan yang melibatkan gagasan, perasaan
dan kemauan. Oleh karena itu apa isi anfus seperti yang dimaksud dalam term
pastilah suatu potensi, atau sekurang-kurangnya diantara muatan nafs adalah
potensi, yakni potensi untuk merasa, berpikir dan berkemauan. Dari term dapat
dipahami bahwa nafs bukan alat, tetapi lebih merupakan ruang dalam atau rohani
manusia yang sangat luas dan juga manampung aneka fasilitas, ibarat ruang besar
yang berkamar-kamar, menampung seluruh aspek nafs manusia, yang disadari maupun
yang tidak disadari.
Hal ini diisyaratkan dalam surat Thaha / 20:7 yang berbunyi:
Dan jika kamu mengeraskan suaramu maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan
yang lebih tersembunyi[914].
.
[914] Maksud ayat ini Ialah: tidak perlu mengeraskan suara dalam mendoa, karena Allah mendengar semua doa itu walaupun diucapkan dengan suara rendah.
Tafsir Menurut Jalalain
007. (Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu) di dalam berzikir atau berdoa, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan suara keras engkau sewaktu melakukan hal tersebut (maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi) daripada rahasia, maksudnya adalah semua apa yang ada dalam hati manusia yang tidak diungkapkannya, maka janganlah engkau memayahkan dirimu dengan mengeraskan suaramu.
Menurut al-Maraghi, al-sirr atau rahasia adalah apa yang dirahasiakan seseorang
kepada orang lain, sedangkan makna akhfa atau yang tersembunyi adalah apa yang
terlintas di dalam hati tetapi sudah tidak disadari, sama dengan apa yang dalam
istilah Ilmu Jiwa disebut alam bawah sadar.
Mengenai kedua ayat tersebut, yakni QS. Ar Radd:11 dan QS. Al-Anfal:53 ada beberapa hal yang perlu kita cermati, yakni:
1. Ayat-ayat tersebut berbicara tentang perubahan social yang berlaku bagi masyarakat masa lalu, masa kini, dan masa yang akan dating. Keduanya berbicara tentang hokum-hukum kemasyarakatan, bukan menyangkut individu. Ini dipahami dari penggunaan kata kaum pada kedua ayat tersebut.
Karenanya dapat kita simpulkan bahwa perubahan social tidak bias dilakukan satu orang saja tetapi harus melibatkan semua pihak, memang ide dan gagasan untuk melakukan perubahan itu berasal atau dilontarkan oleh orang perorangan, namun perubahan itu baru akan bias terlaksana apabila dilakukan dan di dukung oleh berbagai pihak. Demikian terlihat bahwa semua harus berakhir pada gerakan masyarakat yang ingin melakukan perubahan itu. Penggunaan kata kaum juga menunjukan hukum kemasyarakatan itu tidak hanya berlaku bagi satu golongan, satu umat, satu ras atau penganut agama tertentu saja, tetapi mencakup semua orang, semua golongan tidak memandang suku, ras atau agamanya. Hukum tersebut berlaku umum di manapun dan kapanpun kaum itu berada.
2. Karena kedua ayat tersebut berbicara tentang kaum/masyarakat maka tentulah perkara yang dibicarakan ataupun ketentuan yang dibicarakan menyangkut masalah keduniawian, bukan ukhrawi. Hal ini mengantar kita berkata bahwa ada pertanggung jawaban yang bersifat pribadi.hal ini senada dengan firman-Nya:
•
95. dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (QS. Maryam:95)
Dan juga firman_Nya:
• •
25. dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya. (QS. Al Anfal:25)
3. kedua ayat tersebut berbicara tentang dua pelaku perbuatan, yakni yang pertama adalah Allahyang merubah nasib dan keadaan yang dialami oleh masyarakat melalui kehendak dan takdirnya dan yang kedua adalah Masyarakat yang melakukan perubahan dengan kekuatan dan diri mereka sendiri.
Perubahan yang terjadi akibat campur tangan Allah atau dalam istilah ayat di atas dengan apa yang menyangkut banyak hal seperti kekayaan, kemiskinan, kesehatan, kemuliaan dan lain-lain yang berkaitan dengann masyarakat secara umum, bukan secara individu. Jika demikian bias saja orang yang kaya tetapi masyarakat di sekitarnya mayoritas orang miskin, maka masyarakat tersebut dinamai masyarakat miskin, demikian juga yang lainnya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa perubahan social akan terjadi jika manusia berusaha dengan diri mereka sendiri, dengan kemampuan yang mereka miliki. Tampa itu maka perubahan social itu mustahil akan terjadi.
Memang, boleh saja terjadi pergantian penguasa, boleh saja terjadi perubahan peraturan, tetapi jika system yang berlaku di masyarakat tidak berubah, maka keadaan tentu akan tetap bertahan sebagaimana adanya, dengan demikian yang paling pokok dalam keberhasilan perubahan social adalah perubahan sisi dalam manusia yang melahirkan aktivitas, baik itu positif ataupun negative.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia memiliki dua sisi yakni sisi dalam yang dalam Al Quran dinamai dengan “Nafs” atau diri dan sisi luar yang dinamai dengan “Jisim” atau badan, yang mana kedua sisi manusia itu tidak selalu sama sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah Berikut ini:
• • •
4. dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka berkata kamu mendengarkan Perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar[1477]. mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?
[1477] Mereka diumpamakan seperti kayu yang tersandar, Maksudnya untuk menyatakan sifat mereka yang buruk meskipun tubuh mereka bagus-bagus dan mereka pandai berbicara, akan tetapi sebenarnya otak mereka adalah kosong tak dapat memahami kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran dan Terjemah Departemen Agama RI. Jakarta 1989.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta. 1982
Jalaluddin Al mahalli-Jalaluddin As Suyuthi, Tafsir Jalalain. Sinar Baru Algesindo. Bandung.2008
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Mishbah. Jilid 5. Lentera Hati, 2002
Kamis, 17 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar